By Socrates – Masih dalam suasana perayaan 80 tahun hari kemerdekaan Indonesia, rakyat marah dan unjuk rasa, mengecam wakil rakyatnya. Ini dipicu video anggota DPR yang berjoget karena mendapat tunjangan rumah 50 juta dan berbagai fasilitas lainnya.
Berbanding terbalik dengan kondisi rakyat yang makin susah dan dibelit kesulitan hidup. Pajak naik. Biaya dan pungutan terus bertambah. Rumor gaji guru dianggap beban negara, perseteruan ojek dan driver online dengan aplikator, defisit anggaran di berbagai daerah, menjadi pemicu kemarahan massa.
‘’Kemuakan terpendam rakyat pada perilaku elit politik dan polisi berakumulasi menjadi gempa tektonik. Demonstrasi yang diwarnai kekerasan seperti pada 13 Agustus di Pati, serta 23 dan 28 Agustus di Jakarta, menyebar ke berbagai kota,’’ tulis wartawan senior Lukas Luwarso berjudul : Siapa Menunggangi Aspirasi Rakyat?
Menurut Lukas, kesusahan hidup, putusnya harapan rakyat, adalah daya penggerak utama. Dan kemarahan kolektif pada perilaku koruptif-manipulatif-hedonis elit politik, adalah energi untuk demonstrasi. Rakyat bergerak melawan politik elit, untuk mengubah nasibnya yang makin sulit.  ‘’Jika elit kekuasaan lupa diri asyik dengan kesenangannya, tidak punya sensitivitas untuk merasakan kesusahan rakyat kebanyakan, maka cuma soal waktu dan butuh pemicu,’’ tulis Lukas.
Di Batam, sempat terjadi aksi damai yang dilakukan buruh dan mahasiswa. Tuntutan mereka antara lain, hapus outsourcing dan tolak upah murah. Stop PHK dan reformasi pajak perburuhan. Hapus UWTO <200m yang dianggap memberatkan masyarakat. Yang terakhir ini, sudah beberapa kali, Â menjadi janji politik kepala daerah.
Namun, arogansi pejabat dan aparat, nepotisme yang makin menjadi-jadi, biaya hidup yang makin tinggi disertai menurunnya daya beli, janji politik yang tidak ditepati, masalah diatasi dengan orasi, bisa menjadi pemicu demonstrasi. Untunglah, kepekaan masih ada. Pesta rakyat di Engku Putri, dibatalkan.
Mengapa wakil rakyat, tidak peka dengan kondisi rakyatnya sendiri? Jangan-jangan, mereka hanya peduli diri sendiri dan keluarganya, tim sukses yang menabur uang agar terpilih, partai yang bisa mengganti posisi mereka, lalu berjoget gembira bisa bayar utang biaya politiknya?
Warga Batam dan Kepri pun mulai bertanya-tanya, apa kabar empat wakil mereka di DPR RI? Ada Endipat Wijaya, Sturman Panjaitan, Rizki Faisal dan Randi Zulmariadi. Apa yang diperjuangkan untuk Kepulauan Riau di Senayan sana.
Wakil rakyat di Indonesia, hanya bertemu dengan rakyatnya dalam masa reses dan kunjungan kerja Tujuan reses menyerap, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi, keluhan, serta pengaduan dari masyarakat atau konstituenya agar diperjuangkan dan diwujudkan. Itupun hanya tiga kali setahun.
Bagaimana dengan wakil rakyat di Singapura? Negara kota tetangga Batam itu memang tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Hanya setitik noktah di peta, kata Habibie, mantan presiden RI ketiga. Tapi, lihatlah kualitas wakil rakyat Singapura.
’’Wakil-wakil rakyat di Singapura, secara berkala dan terjadwal untuk bertatap muka dengan konstituennya. Bahkan seorang Lee Hsien Loong yang perdana menteri itu, tak lepas dari kewajiban jadwal tatap muka dengan konstituennya,’’ tulis Sultan Yohana, tahun 2017 silam. Mantan wartawan itu, kini menjadi permanent resident di Singapura,
Jadwal tatap muka dengan judul Meet the People Sessions itu, biasanya ditempel di dinding pengumuman di setiap pemukiman warga. Pengumuman itu, lengkap berisi nama wakil rakyat, lokasi pertemuan, setiap hari apa dan jam berapa dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Selain pengumuman dipasang di pemukiman warga, mirip-mirip surat suara saat pemilu, tapi data wakil rakyatnya lengkap- pengumuman dan jadwal tatap muka itu, juga diposting di website. Jika urusannya penting dan mendesak, rakyat Singapura bisa mengirim surat atau email kepada wakil rakyatnya.
Bagaimana wakil rakyat di Batam, sebagai pintu gerbang Indonesia? Jangankan bertatap muka, tidak banyak yang tahu nomor teleponnya. Anda harus menghubunginya melalui staf ahli, yang biasanya berasal dari tim suksesnya, sebagai bentuk balas jasa.
Kegiatan reses diurus oleh orang-orang dekatnya, mulai dari sewa tenda dan kursi, sound system, konsumsi dan segala tetek bengek, bekerja sama dengan Ketua RT dan RW. Saat reses tiba, inilah saat wakil rakyat tadi pidato berbasa basi dan mengumbar janji. Keluhan warga, dicatat dan disimpan rapi.
Warga Singapura, bisa datang ke wakil mereka. Membawa masalah apa saja, mulai dari urusan rumahtangga sampai jalan raya di tempat tinggal mereka yang misalnya butuh improvisasi. Tidak ada jalan berlubang yang butuh semenisasi. Dari urusan minta bantuan mencarikan kerja, sampai minta bantuan tunjangan bulanan. Dari masalah tetangga yang sering gaduh, hingga sarana olahraga yang sudah mulai karatan.
Semua masalah bisa diadukan ke wakil rakyat mereka. Kalau sudah begitu, bisa dipastikan urusan akan segera terselesaikan. Tidak perlu gaduh dulu di media massa atau media sosial. Begitulah kualitas wakil rakyat di Singapura. Mereka bukan takut pada media massa, tapi justru takut dikomplain warganya yang memang terkenal gemar komplain dan
Secara sosiologis, amuk massa dan demo anarkis terjadi karena massa melampiaskan kemarahan dan frustrasi mereka secara kolektif. Penyebabnya, kombinasi dari kondisi sosial, psikologis, dan struktural masyarakat. Terjadi frustrasi sosial, ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang terakumulasi terhadap institusi tertentu yang merusak rasa keadilan.
Kesenjangan struktural menjelaskan bahwa amuk massa dapat dipicu oleh adanya ketegangan atau ketidaksesuaian antara tujuan sosial dan sarana yang tersedia untuk mencapainya. Disparitas pendapatan makin lebar. Kesenjangan dan kecemburuan sosial.
Kesempatan kerja terbatas, sulitnya lapangan kerja, sementara wakil rakyat mereka bersorak gembira dengan pendapatan dan tunjangan fantastis. Meski kerap terjadi secara spontan, amuk massa bisa terprovokasi. Narasi kebencian, ketidakadilan, dengan cepat menyebar melalui media sosial, mengubah kerumunan menjadi kelompok agresif.
Wahai wakil rakyat Indonesia, baik di propinsi, kabupaten dan kota. Jangan lupa, segala tindak tanduk, ucapan, perbuatan Anda dipantau rakyat melalui media sosial. Awal tahun 2025 jumlah pengguna media sosial mencapai 143 juta. Jurnalisme warga (citizen journalism) berkembang pesat. Netizen Indonesia, terkenal garang. Jadi, ingat-ingatlah lirik lagu Iwan Fals. Wakil rakyat, seharusnya merakyat….***


