By Socrates – Banyak yang percaya, nama Belakangpadang berasal saat Belanda memerintahkan pekerja di pangkalan minyak Pulau Sambu, membuka pulau yang terletak di belakang Pulau Sambu. Pulau yang letaknya di belakang dan terdapat padang atau lapangan yang luas, dipercaya sebagai cikal bakal nama Belakang Padang.
Tapi, ada cerita asal usul nama Belakangpadang versi berbeda. Orang-orang tua suku Melayu dulu, tidak menyebut lapangan bola, tapi padang bola. Nah, kalau ada yang bertanya tinggal dimana, umumnya menjawab di belakang padang alias di belakang lapangan bola. Sampai sekarang, lapangan bola itu masih ada.
Sejarah Belakangpadang tidak terlepas dari Pulau Sambu, pulau kecil yang terletak di sebelah timur Pulau Belakang Padang. Konon, jauh sebelum Pulau Belakang Padang dihuni, masyarakat sudah tinggal di Pulau Sambu.
Pulau Sambu dibangun sebagai terminal minyak pada tanggal 16 Agustus 1897 yang dikuasai Belanda. Pada masa itu, penduduk Pulau Sambu lebih ramai. Pulau Sambu dulu tempat pengolahan atau pabrik minyak. Sekarang saja yang jadi pengumpul atau depot minyak.
Dulu, Belakangpadang terkenal dengan tempat smokel atau barang selundupan. Seorang bos besar barang smokel, ditangkap di Belakangpadang dan diangkut pakai helikopter. Selain tempat barang-barang smokel, Belakangpadang juga dikenal tempat persembunyian perompak.
Warga Belakangpadang dari dulu umumnya nelayan dan penambang boat pancung. Anak-anak Belakangpadang, terbiasa bermain ke pulau-pulau sekitar seperti Pulau Sambu, Pulau Mat Belanda, Pulau Lengkang, Pulau Sekanak, Pulau Geranting dan pulau-pulau lainnya.
Sebelum dibangun dan dikembangkan, tahun 1960-an orang tidak tahu tentang Batam. Yang dikenal orang adalah Belakangpadang. Sebab, Kecamatan Batam itu ibukotanya adalah Belakangpadang. Kalau orang datang ke Batam, hanya menuju tempat tertentu yang sudah mulai ramai seperti ke Jodoh, ke Batu Besar, Nongsa dan Duriangkang, daerah-daerah pesisir saja.
Dulu, Belakangpadang termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Tahun 1957, Pulau Belakangpadang resmi menjadi sebuah kelurahan, berada di wilayah Kecamatan Tanjung Pinang, Kabupaten Kepulauan Riau.
Warga Belakangpadang bebas keluar masuk Singapura. Tidak perlu pakai paspor. Beli sembako ke Singapura. Naik sampan kecil. Orang menyebutnya beciau, sampan kecil yang didayung dari Belakang padang ke Singapura. Nonton bioskop pun orang Belakangpadang ke Singapura.
Bebasnya warga Belakangpadang keluar masuk Singapura terhenti ketika konfrontasi Indonesia Malaysia terjadi. Karena kedekatan dengan Singapura itulah, transaksi bisnis dan perdagangan di Belakangpadang, terbiasa menggunakan Dolar Singapura. Anak-anak di pulau, biasa membeli permen dengan mata uang sen Singapura.
Tahun 1963, terjadi peristiwa konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Konflik antar negara ini, diawali oleh keinginan Inggris mendukung pembentukan Federasi Malaysia yang ingin menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak. Hal ini ditentang oleh Presiden Soekarno.
Demonstrasi anti-Indonesia muncul di Kuala Lumpur 17 September 1963. Para demonstran marah terhadap Presiden Soekarno karena melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia. Soekarno pun murka. Muncullah gerakan yang dikenal dengan nama Ganyang Malaysia.
Tahun 1981 terjadi kebakaran hebat di Belakangpadang. Api menjalar sangat cepat. Warga berusaha memadamkan api dengan cara menyiramkan air pakai ember. Banyak warga yang berusaha memadamkan api, punggungnya melepuh saking panasnya.
Kebakaran itu disebabkan ada pengusaha yang mengecas aki dan pompanya meledak. Warga sibuk menyelamatkan diri dan harta bendanya. Kapal Pertamina dari Pulau Sambu ikut membantu memadamkan api dengan semprotan air.
Banyaknya becak di Belakangpadang terjadi setelah kebakaran hebat melanda Belakangpadang. Becak-becak itu didatangkan dari Jawa untuk sarana transportasi orang dan barang.
Belakangpadang dijuluki Pulau Penawar Rindu dipopulerkan oleh mantan Wali Kota Batam Nyat Kadir dan tokoh masyarakat Belakangpadang Arifin Nasir. Jejak sejarah Belakangpadang sebagai pusat transit maritim. Buralimar, mantan pejabat di Batam dan Kepri menciptakan lagu berjudul ’’Belakang Padang Kaulah Penawar Rindu’’pada tahun 2005
Konon, julukan ‘penawar rindu’ muncul dari kalangan para pendekar pantun yang sering singgah ke Belakangpadang. Ungkapan dan pantun itu berbunyi : Kalau engkau dah kene air Belakangpadang, engkau pasti nak datang lagi. Sebab pulau ini pulau penawar rindu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983 tanggal 24 Desember 1983 Wilayah Kecamatan terpecah menjadi tiga bagian Kecamatan yaitu : Kecamatan Batam Barat, Kecamatan Batam Timur dan Kecamatan Belakang Padang sendiri. Hal ini menunjukan bahwa sebelum tahun 1983, Kecamatan Belakang Padang merupakan pusat dari Pulau Batam. Selain itu letak kota-kota lama di Batam juga terpusat di daerah sebelah utara Pulau Batam.
Luas Pulau Belakangpadang hanya 29,702 km2 saja. Kini, Belakang padang menjadi salah satu kecamatan di Kota Batam, yang menaungi sebanyak 108 pulau yang terdiri dari 43 pulau berpeng-huni dan 65 pulau tidak berpenghuni.
Pulau Belakang Padang merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau terdepan di jalur lintas pelayaran internasional Selat Malaka dan Selat Singapura serta merupakan perbatasan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Jarak Pulau Belakang Padang dengan Singapura sekitar 12 mil dari lepas pantai.
Terdapat 3 pulau terluar dan 6 titik garis pangkal wilayah Kepulauan Indonesia di Kecamatan Belakang. Ketiga pulau tersebut adalah Pulau Nipah, Pulau Pelampong dan Pulau Batu Berhanti. Sedangkan 6 titik garis pangkal wilayah Kepulauan Indonesia terdapat di Pulau Nipah 2 titik, Pulau Pelampong 1 titik, Pulau Batu Berhanti 1 titik, Karang Helen Mars dan Karang Benteng.
Kecamatan Belakang Padang mempunyai 6 kelurahan. Yakni, Kelurahan Pemping, Kelurahan Kasu, Kelurahan Pecong, Kelurahan Pulau Terong, Kelurahan Sekanak Raya, Kelurahan Tanjung Sari. ***


