Sejak tulisan pertama saya terbit di surat kabar, selain bangga, ada energi baru untuk terus menulis. Tulisan itu saya kliping dan simpan. Saya lupa tanggal terbitnya. Saya mulai menulis opini di surat kabar tahun 1989. Saat itu, saya semester 3 jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Andalas.
Sejak itu, satu persatu tulisan dan opini saya terbit di surat kabar. Topiknya beragam. Mulai dari masalah sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Apa yang saya pelajari di jurusan sosiologi, mendukung minat saya untuk mengetahui berbagai masalah di tengah masyarakat.
Saya mulai dikenal sebagai penulis. Saat itu, kami kuliah di kampus Jati, karena jurusan sosiologi dan antropologi masih menumpang di Fakultas Sastra. Kedua program studi tersebut menjadi cikal bakal untuk mendirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada tahun 1993.
Berbagai fakultas yang sebelumnya tersebar di berbagai lokasi seperti di Air Tawar, Jati dan lalu pindah ke Limau Manis. Perpindahan seluruh aktivitas kampus ke Limau Manis dimulai pada awal Semester Ganjil tahun ajaran 1991/1992. Saya yang sebelumnya kos di kawasan Jati, pindah ke kawasan Andaleh, yang agak dekat ke kampus.
Tiga tahun di asrama INS Kayutanam, membuat saya merasa, saat kuliah banyak waktu luang. Apalagi, saya harus terus berusaha dan berpikir keras, bagaimana bertahan hidup di Kota Padang. Rasa percaya diri, tahan banting, teman yang sudah seperti saudara, jadi modal saya bertahan. Lama-lama, kliping tulisan saya yang sudah terbit, makin banyak.
Setelah dua tahun jadi penulis opini, saya mulai jenuh. Alasannya, untuk membuat sebuah opini, paling tidak membutuhkan waktu satu sampai dua minggu. Sedangkan, honornya kecil. Dari Rp5.000,- naik jadi Rp7.500 dan naik menjadi Rp15.000. Suatu hari, saya bilang pada Mama saya. Saya bosan menulis.
Jawaban beliau, masih saya ingat. Sampai sekarang. ‘’Jangan lihat honornya. Kan tulisanmu dibaca banyak orang,’’ katanya. Mama memang motivator hebat. Saya menulis lagi. Tak lama kemudian, saya diundang dalam sebuah lokakarya untuk Penulis Muda Sumatera Barat. Mama teryata benar.
Selain terus menulis, Â saya mulai aktif di organisasi kampus. Terutama sejak pindah ke kampus Limau Manis. Saya dipercaya menjadi ketua kesenian. Saya bikin kegiatan solo song festival. Acaranya sukses. Seorang panitia melapor, uang tak ada beli film. Akal tak hilang. Saya suruh pinjam kamera, pasang baterai baru. Semua peserta difoto, tapi filmnya tidak ada. Usai acara mereka tanya mana fotonya? Jawaban kami, fotonya hangus. Ha..ha..ha.
Kendati hanya saya sendiri, tak ada kawan sealmamater dari INS, tidak membuat saya minder. Kebiasaan bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang suku, daerah asal membuat saya cepat berbaur. Kalau mahasiswa lain berteman seangkatan, saya bergaul dengan senior dan yunior, seperti di INS.
Dengan beberapa teman, kami membuat majalah kampus Fenomena. Liputannya soal golput. Kampus sempat heboh. Cara memuat majalah ini sangat sederhana. Tapi dapat sambutan baik di kalangan mahasiswa. Dari fakultas, saya terus naik ke tingkat universitas. Berkat dorongan sahabat baik saya, almarhum Khalis Mansur.
Sehari-hari, saya kesulitan uang. Kondisi ekonomi keluarga saya terus menurun. Terutama sejak papa saya terkena stoke. Ternyata, papa saya punya sertifikat pejuang veteran Republik Indonesia, golongan B. Tapi, karena beliau pengusaha, tak pernah diurusnya. Surat itulah yang membantu saya dapat beasiswa Supersemar selama 4 semester. Lalu, saya juga dapat beasiswa Bimantara.
Saya menjadi Ketua Unit Kegiatan Olahraga Universitas Andalas. Padahal, tak satupun saya mengerti olahraga. Saya hanya hobi main catur dan tenis meja. Kami punya kantor. Berdampingan dengan Mapala, Menwa dan Kopma di kampus Jati.
Beberapa kali saya menjadi team manager ke Jakarta, Semarang dan Pekanbaru. Saya terpaksa membohongi panitia Kejurnas Tenis Mahasiswa di Jakarta. Kami tak dikasih uang untuk beregu, tapi pemain mau ikut. Saya nekad, utang uang pendaftaran. Tiap hari di lapangan saya dipanggil ke meja panitia, melunasi uang pendaftaran pakai pengeras suara. Apa akal?
Seorang pemain yang orang tuanya tinggal di Jakarta, saya suruh menelepon dan mengaku sebagai Pembantu Rektor III dan meminta agar tidak merepotkan pemain Unand. Malamnya, kami kabur dari asrama atlet. Seorang alumni Unand, menceramahi saya. “Kamu bikin malu Unand saja,” katanya, sok pintar. Saya jawab,” bukan saya yang bikin malu Unand, Unand yang bikin malu saya.”
Pengalaman berorganisasi ini, menempa saya. Saya memimpin organisasi wartawan khusus olahraga, untuk sembilan fakultas di Universitas Andalas. Pembina Unit Kegiatan Olahraga Prof Yunazar Manjang dosen FMIPA terpilih sebagai Pembantu Rektor III setelah saya diminta menggelar multi even di kampus. Bertahun-tahun kemudian, ini menjadi pengalaman berharga bikin even untuk perusahaan.
Saya terbiasa ke rektorat, ngobrol dengan pegawai rektorat. Termasuk dengan Nedi Gampo yang belakangan jadi penyanyi terkenal di Padang itu. Jangan heran, kalau ada pertandingan olahraga antar fakultas, saya akan berdiri di samping rektor, yang berpidato dengan pengeras suara. Â (bersambung)